Chapter 1409 - ROTMHS INDO
Chapter 1409.
Sudah waktunya untuk bangun dari mimpi ini. (4)
❀ ❀ ❀
“Ugh…”
Mata Beop
Jong bergetar.
Armada Sulochae
memenuhi Sungai Yangtze yang luas seperti gelombang hitam yang mengancam.
Tentu saja,
ini bukan pemandangan yang mengejutkan atau membingungkan, mengingat mereka
telah melihatnya hingga merasa lelah.
Namun, ada
masalah lain. Masalahnya adalah armada yang membelah arus Sungai Yangtze itu
tiba-tiba melambat dan mulai berhenti di tempat.
Dengan kata
lain, itu berarti Sulochae telah mencapai tujuan mereka.
Di hadapan
mereka terbentang tanah luas Nanjing.
“Ini, ini
adalah…”
Tanah yang
seharusnya tertutup rumput hijau atau tanah kecoklatan kini dipenuhi bukan oleh
rerumputan atau tanah, melainkan oleh manusia. Mereka yang dikenal sebagai Aliansi
Tiran jahat.
Myriad Man
House, Black Ghost, dan berbagai sekte kecil yang berkumpul dari segala
penjuru.
Saat mereka
melihat kekuatan militer yang begitu besar, bahkan Beop Jong pun merasakan
kakinya melemas.
“Ke… Kepala
Biara.”
Jongli
Hyeong, Pemimpin Sekte Kongtong, berbicara dengan suara gemetar.
“A-apa yang
harus kita lakukan sekarang?”
Tentu saja,
Jongli Hyeong belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Pemandangan
begitu banyak pasukan berkumpul di satu tempat sungguh luar biasa. Mereka dapat
merasakan betapa mereka kalah jumlah.
Bahkan
sekumpulan anjing liar bisa menjatuhkan seekor harimau jika jumlah mereka cukup
banyak. Tak peduli seberapa kuat sekte-sekte besar dibandingkan dengan musuh,
jika jumlah mereka terlalu banyak, perbedaan itu menjadi tidak berarti.
‘Tapi
bagaimana jika mereka menaiki kapal itu dan menyeberang ke Gangbuk?’
Bisakah
mereka menghentikan mereka?
Bahkan jika 10
Sekte Besar menguasai tepi sungai, apakah mereka benar-benar bisa menghalau
semua orang yang tampaknya memenuhi seluruh Sungai Yangtze?
Saat itu, Peng
Yeop berbicara dengan suara datar.
“…Akan lebih
baik jika kita mundur.”
Namun, Jongli
Hyeong mengerti. Ia menyadari bahwa bahkan suara Peng Yeop sedikit bergetar.
“Jika mereka
menyerang kita dari seberang sungai, kita tidak akan bisa bertahan dengan
kekuatan yang kita miliki di sini. Paling baik, kita hanya bisa memberikan
sedikit kerusakan sebelum akhirnya dimusnahkan.”
Itu adalah
pernyataan yang dingin namun objektif.
“T-tapi,
Tuan Peng. Jika kita melakukan itu, maka…”
Jongli
Hyeong membuka mulutnya dengan ekspresi bingung, tetapi Peng Yeop menggelengkan
kepalanya dengan dingin, seolah-olah sudah memahami maksudnya tanpa perlu
mendengar lebih lanjut.
“Ini bukan
situasi di mana kita bisa mempertimbangkan harga diri.”
“….”
“Atau apakah
Anda, Pemimpin Sekte Jongli, berpikir bahwa kita bisa menghentikan mereka
sendirian?”
Jongli Hyeong
menutup mulutnya rapat-rapat seperti kerang.
Jika semua
sekte 10 Sekte Besar berkumpul di sini, mungkin ceritanya akan berbeda, tetapi
dengan hanya tiga sekte, situasi ini tidak mungkin ditahan. Terlebih lagi,
Shaolin bahkan tidak berada dalam kondisi penuh.
“Kepala
Biara, Anda harus mengambil keputusan.”
Peng Yeop
melirik Beop Jong dengan cermat. Tetapi dia tetap diam, hanya menatap ke sungai
seolah-olah berharap sungai itu akan terbelah.
“Kepala
Biara.”
Saat Peng
Yeop hendak menekan lagi, mulut Beop Jong akhirnya terbuka, dan suara yang
mendidih keluar darinya.
“Kita sudah
berusaha mencegah hal ini terjadi… Itulah sebabnya aku memperingatkan dengan
begitu keras! Betapa bodohnya!”
Apa yang
seharusnya bisa diatasi dengan mudah kini telah berubah menjadi skenario
terburuk akibat keputusan bodoh Aliansi Teman Surgawi.
Ia hampir
gemetar karena amarah.
Tidak ada
cara untuk menghentikan kemajuan Aliansi Tiran jahat sekarang. Mereka pasti
akan bergerak melewati Hubei menuju Henan.
Niat Jang
Ilso sangat jelas.
Dataran
Tengah begitu luas. Meskipun 10 Sekte Besar dan 5 Keluarga Besar dikategorikan
sebagai 10 Sekte Besar, kenyataannya mereka tersebar di seluruh Dataran Tengah.
Dan hanya sekitar setengah dari sekte-sekte itu yang berkumpul di utara Sungai
Yangtze, dengan pusat di Henan.
Jika mereka
bisa merebut tempat itu?
Jika mereka
bisa bertempur dengan 10 Sekte Besar yang dipimpin oleh Shaolin, Wudang, dan Zhongnan,
serta menguasai wilayah inti itu?
Maka mereka
bisa dengan mudah menghancurkan sekte-sekte lain yang tersebar di seluruh
Dataran Tengah.
Jika Wudang
dan Zhongnan memutuskan untuk menghentikan pengasingan mereka dan bergabung
dalam pertempuran, mereka mungkin bisa menahan serangan itu. Sekte-sekte pusat 10
Sekte Besar memang sangat kuat. Tetapi tidak ada cara untuk menghindari dampak
perang itu.
Beop Jong
tahu.
Mengapa
Shaolin dan Wudang bisa menjadi pusat kekuatan?
Kemampuan
seni bela diri mereka memang penting, tetapi yang lebih krusial adalah mereka
telah menetapkan diri mereka di jantung Dataran Tengah, Henan.
Dari Sekte
Jahat hingga Sekte Iblis, musuh yang harus mereka hadapi selalu bergerak dari
pinggiran Dataran Tengah menuju Henan.
Itulah
sebabnya, selama mereka tidak kalah, Henan tidak akan terbakar, betapapun
brutalnya perang. Bukankah itu alasan mengapa, seratus tahun yang lalu, ketika
Sekte Iblis menyerang, Shaolin tetap selamat dari kehancuran?
Tapi kali
ini berbeda.
Jika Aliansi
Tiran jahat maju langsung ke Henan, bahkan jika mereka akhirnya menang, tidak
ada cara bagi Shaolin untuk menghindari kehancuran total.
Setidaknya
Gunung Song pasti akan berubah menjadi abu tanpa meninggalkan satu pun batu
fondasi. Bahkan jika mereka menang, yang tersisa hanyalah luka yang dalam.
Bagaimana
mereka bisa menerima hasil mengerikan di mana orang lain menikmati kemenangan
sementara Gunung Song terbakar dan semua penerus Shaolin lenyap?
Keringat
dingin mengalir di punggung Beop Jong.
“Paegun…
iblis khianat itu…”
Mereka
secara alami berasumsi bahwa Aliansi Tiran jahat akan menargetkan Aliansi Teman
Surgawi terlebih dahulu. Namun, ujung pedang Jang Ilso tidak mengarah ke Aliansi
Tieman Surgawi, melainkan langsung ke tenggorokan Beop Jong.
Mengetahui
bahwa Henan akan terbakar, apakah mereka akan mundur untuk sementara?
Ataukah
mereka akan tetap di sini sampai orang terakhir untuk setidaknya mengurangi
kerusakan di Henan?
Beop Jong
tidak bisa dengan mudah memilih salah satu opsi.
“Ke… Kepala
Biara!”
Tepat saat
itu, jeritan putus asa Jongli Hyeong menghancurkan pikirannya. Seketika, Beop
Jong menajamkan tatapannya.
Pemandangan
armada yang memenuhi Sungai Yangtze kini semuanya berbalik arah sekaligus.
Mereka
bergerak ke selatan!
Beop Jong,
seolah terjebak dalam pikirannya, membuka mulut dengan kebingungan.
“…Surgawi…?”
“Ya?”
“Aliansi Teman
Surgawi! Di mana mereka sekarang?”
“A-aku
rasa…”
Tatapan Beop
Jong beralih ke bukit yang menjulang di dataran selatan di seberang sungai.
Dari
kejauhan, sebuah sosok yang familiar terlihat.
Urat-urat di
lehernya menegang, lalu sebuah raungan menggema.
“Hyun
Jooooong!”
Itu adalah
jeritan, dendam, sekaligus permohonan putus asa.
Dunia seakan
jatuh dalam keheningan.
Atau
mungkin, ia tenggelam dalam riuhnya kekacauan. Namun, bagi Hyun Jong, itu tidak
lagi penting.
Yang penting
adalah ke mana pun matanya memandang, semuanya dipenuhi oleh musuh.
Bendera Myriad
Man House dan Black Ghost berkibar, di antara mereka, bendera yang lebih besar
menambah suasana menekan. Karakter merah bertuliskan ‘Supremasi’ [覇] seakan menusuk mata dan hati mereka.
Dan yang
paling mencolok di atas semua itu…
Sebuah
kereta putih raksasa berdiri di tengah kekuatan militer yang mengerikan itu.
Keagungan
kereta besar yang ditarik oleh delapan kuda putih begitu mengesankan bahkan
dari kejauhan.
Bagi siapa
pun yang sedikit saja mengetahui keadaan Kangho saat ini, atau yang memiliki
minat sekecil apa pun terhadap arus peristiwa, mustahil untuk tidak mengetahui
siapa yang berada di dalam kereta itu.
“…Jang
Ilso.”
Dia ada di
sini.
Memimpin
semua yang mengikutinya, dia telah menguasai jalan, mengejek perjuangan putus
asa Aliansi Teman Surgawi, dan kini berdiri dengan penuh kebanggaan sebagai
penguasa keadaan.
Pikiran Hyun
Jong seakan kosong.
Bukan
kemarahan, bukan pula rasa gentar di hadapan musuh yang menyelimuti dirinya.
Yang mencengkeram hatinya saat ini adalah keputusasaan yang begitu dalam,
begitu luas, hingga kata-kata pun tak mampu menggambarkannya sepenuhnya.
‘Oh, Yang
Maha Kuasa…’
Betapa
kejamnya ini? Betapa tak berbelas kasihan?
Dia tidak
meminta banyak. Bahkan, dia tidak menuntut harga yang adil untuk kesetiaan dan
kebenaran yang telah mereka junjung tinggi selama ini.
Yang
diinginkannya hanyalah kedamaian kecil, cukup untuk memastikan bahwa darah dan
penderitaan para muridnya tidak menjadi sia-sia.
Namun,
apakah itu pun terlalu berlebihan untuk diminta?
“Ah…”
“In… ini…”
Saat mereka
akhirnya mencapai puncak bukit, mereka yang datang sedikit terlambat seperti
Hyun Jong juga terdiam tanpa kata. Bahkan Tang Gunak dan Maeng So, yang
tampaknya tidak takut akan apa pun, terlihat menggenggam erat tinju mereka di
hadapan kenyataan yang terpampang di hadapan mereka.
“Apakah…
sudah terlambat?”
Im Sobyeong
berbisik dengan senyum pahit.
Kenyataan
yang sebelumnya mereka tolak, berharap itu bukanlah kebenaran, kini menatap
mereka tajam bak bilah pedang.
Mungkin,
semuanya sudah ditentukan sejak awal. Menginjak tanah yang kini berada di bawah
kendali Jang Ilso yang menang, seolah mereka telah menerima vonis hukuman yang
kelam.
“…Bertarung…”
Tang Gunak
hendak berbicara, tetapi kemudian terdiam, hanya menggelengkan kepalanya dengan
hampa.
Itu sia-sia.
Tidak peduli
seberapa besar pasukan Aliansi Teman Surgawi yang berkumpul di sini, menerobos
barisan musuh dan maju ke depan adalah tindakan yang terlalu nekat.
“Raja
Nokrim! Apa ada cara untuk melewati mereka?”
“….”
“Raja
Nokrim?”
Meskipun
Tang Gunak mencoba mencari secercah harapan di mata Im Sobyeong, yang dia
dapatkan hanyalah ekspresi pahit sebagai jawaban.
“Sudah
terlambat. Musuh kita adalah Paegun. Dia tidak akan membiarkan kita pergi.”
Tang Gunak
menutup matanya rapat-rapat. Dia sudah tahu. Namun, mendengarnya langsung dari
Im Sobyeong membuatnya terasa berbeda. Seolah menerima vonis atas nasib yang
telah ditentukan. Yang tersisa hanyalah keputusasaan yang menyesakkan.
‘Apakah
keputusan kami salah?’
Itu bukan
sesuatu yang bisa mereka katakan.
Namun, jika
itu bukan kesalahan, mengapa mereka berakhir dalam situasi ini?
Keputusasaan
menular. Bahkan mereka yang tidak bisa melihat situasi di Sungai Yangtze pun
dapat menebaknya dari reaksi orang-orang di depan mereka. Karena sejak awal
mereka sudah berada di ujung tanduk, keputusasaan pun datang lebih cepat.
“…Ah.”
Pada saat
itu, armada Sulochae mengubah arah dan melaju ke arah mereka. Saat kekuatan Sulochae
dari delapan belas bentengnya turun ke daratan ini, segalanya akan benar-benar
berakhir.
Di saat
semua orang yang hadir mulai kehilangan harapan, Baek Cheon, yang terbaring
lemah, dengan susah payah mendorong Hyun Jong menjauh dan turun ke tanah.
“B-Baek
Cheon-ah?”
Saat kakinya
menyentuh tanah, dia mengangkat kepalanya yang terus bergetar. Bibirnya
terbuka, seolah ingin mengatakan sesuatu, namun kemudian tubuhnya menunduk
dalam-dalam.
Uhuk!
Darah kental
yang telah menggumpal keluar dari mulutnya. Melihat warna darah yang begitu
mengerikan, mata Hyun Jong membelalak lebar. Dia baru menyadari bahwa kondisi
Baek Cheon jauh lebih buruk dari yang dia bayangkan.
“Kau, kau!
Tubuhmu…”
Srek.
Namun,
alih-alih menjawab, Baek Cheon perlahan mencabut pedangnya.
“Apa… apa
yang akan kau lakukan?”
“Saat ini…”
Baek Cheon
memaksakan dirinya untuk mengangkat kepala yang terus ingin jatuh. Bibirnya
yang berlumuran darah membentuk sebuah senyum tipis.
“Jika aku
bisa menembus ke sana, itu berarti kita sampai di Gangbuk, bukan?”
“….”
“Sasuk, kita
sudah sampai.”
Mereka yang
turun ke tanah mendekati Baek Cheon dengan langkah terseret.
“Kita ada di
sini, Sasuk.”
“Hah,
perjalanan yang panjang. Akhirnya selesai juga.”
“Satu-satunya
yang tersisa sekarang adalah menembus ke sana!”
“Aku lelah.
Mari kita selesaikan ini dengan cepat.”
“Amitabha.
Aku takkan datang ke Gangnam lagi.”
Tatapan
terkejut dan kebingungan memenuhi mata Hyun Jong dan Tang Gunak saat mereka
melihat mereka.
Lima Pedang
dan Hye Yeon. Mereka menggenggam pedang dengan wajah tenang, seolah masih siap
bertarung meskipun tubuh mereka telah hancur lebur.
Sia-sia.
Perlawanan
ini tak ada artinya.
Dengan tubuh
yang seperti itu, mereka bahkan takkan bisa mengayunkan pedang dengan benar dan
hanya akan mati sia-sia.
Namun, siapa
yang berani mengatakan itu kepada mereka?
Siapa yang
berani meremehkan tekad mereka, yang dengan tubuh penuh luka dan kaki yang
nyaris tak bisa bergerak, masih bersikeras untuk bertarung?
“Kalian…”
“Jangan
khawatir, Pemimpin Sekte Besar.”
Baek Cheon
tersenyum kecil.
“Membuka
jalan adalah keahlian kami. Bukankah begitu?”
Lima Pedang
mengangguk bersamaan.
Saat itu,
Hyun Jong menyadari sesuatu. Tidak—dia sudah menyadarinya sejak lama.
Murid-murid
yang selalu dia anggap harus dia lindungi dan jaga dalam pelukannya, justru
adalah mereka yang kini berdiri di garis depan, melindunginya.
Bukan Gunung
Hua yang melindungi mereka.
Mereka lah
yang melindungi Gunung Hua dan Aliansi Teman Surgawi.
Baek Cheon
berdiri di ujung bukit, menyeret kakinya yang lemah. Jubahnya yang berlumuran
darah berkibar diterpa angin.
Di
hadapannya, hamparan musuh yang memenuhi daratan dan kapal-kapal yang berlayar
bagaikan ombak terlihat jelas.
“Sungguh
pemandangan yang luar biasa.”
Jika
seseorang pernah menggenggam pedang… Jika seseorang pernah bercita-cita menjadi
seorang pahlawan… Maka, siapa pun pasti pernah bermimpi menghadapi pemandangan
seperti ini.
Akhirnya,
impian Baek Cheon menjadi kenyataan.
Sebuah suara
yang pernah dia dengar terlintas dalam pikirannya. Suara Chung Myung.
⁃ “Pahlawan? Aku tak terlalu yakin…
Tapi mungkin, seorang pahlawan adalah seseorang yang terus bermimpi, bahkan
sampai saat kematiannya.”
“Tepat
sekali.”
Baek Cheon
mengangkat sudut bibirnya.
“Jadi,
jangan pernah membangunkanku.”
Dalam
sekejap, pedangnya diselimuti cahaya merah menyala.
❀ ❀ ❀
Kalau ada yang mau donasi, bisa ke trakteer ya! Disana juga update chapternya udah lumayan jauh, menuju 1500+
- Trakteer
Comments
Post a Comment