Chapter 1413 - ROTMHS INDO

Chapter 1413. Jika kau benar-benar menginginkannya, seharusnya kau meraihnya! (2) ❀ ❀ ❀

Gunung yang diselimuti kehijauan subur itu dinamai ‘Qingcheng’. Namun kini, warnanya telah berubah menjadi sesuatu yang tidak lagi mencerminkan namanya.

Pemandangan hijau dan paviliun elegan telah dilahap oleh kobaran api merah, sementara tanah yang luput dari jilatan api justru tertutupi oleh darah merah gelap yang lebih kelam dari nyala api itu sendiri.

Seakan-akan dunia telah sepenuhnya dikonsumsi oleh niat jahat.

Di tengah kehancuran itu, Pemimpin Sekte Qingcheng, Byeok Hyeonja, berjuang untuk mengatur napasnya.

“Ah…”

Qingcheng adalah tanah kelahirannya, segalanya baginya. Namun kini, Qingcheng runtuh di bawah serangan tanpa henti.

Uhuuk!

Batuknya disertai dengan semburan darah merah. Melihat luka tusukan di perutnya serta sayatan dalam yang menggores tubuhnya, tak sulit untuk menebak bagaimana akhirnya.

Namun, Byeok Hyeonja nyaris tak merasakan rasa sakit itu. Dibandingkan dengan penderitaan melihat Qingcheng—yang lebih berharga dari nyawanya sendiri—terbakar, rasa sakit dalam tubuh rapuhnya ini hanyalah butiran debu.

Uhuuk! Uhuk!

Sekali lagi, darah merah pekat mengalir dari mulutnya. Dengan susah payah, ia mengangkat kepalanya yang terasa begitu berat dan memandang ke depan.

“Huuuu…”

Sahabat sehidup sematinya kini tergeletak dingin, menjadi mayat yang termutilasi dengan brutal. Pemandangan itu memenuhi hati Byeok Hyeonja dengan kesedihan dan amarah yang tak terlukiskan.

“Aaaaargh!”

“Tolong! S-Selamatkan… Aaaaargh!”

Teriakan putus asa menggema dari kejauhan.

Jeritan memilukan itu menusuk telinga, menyayat hati. Murid-muridnya kini berlarian ketakutan di bawah bayangan bilah pedang yang dingin.

Namun, Byeok Hyeonja sudah tak memiliki kekuatan untuk menyelamatkan mereka.

Tak ada yang bisa selamat dari bencana ini. Mungkin para murid muda yang ia coba selamatkan di saat-saat terakhir masih berusaha melarikan diri, tetapi tak ada jaminan mereka bisa lolos dari cengkeraman iblis itu.

Semuanya sudah berakhir.

Ya, semua telah berakhir.

Qingcheng, sekte agung Sichuan yang telah bertahan selama berabad-abad, akan menemui akhirnya hari ini. Bukan oleh tangan Sekte Iblis atau Istana Kekaisaran, tetapi oleh para bajingan Sekte Jahat yang keji.

‘Bagaimana… Bagaimana bisa terjadi seperti ini?’

Mengapa Qingcheng terbakar?

Mengapa mereka ada di sini?

Bukankah mengawasi perang dari jauh di Sungai Yangtze sudah cukup? Mengapa pedang Aliansi Tiran Jahat justru jatuh ke tempat ini?

“Ah… Ahaha…”

Tawa yang terdengar lebih seperti keluhan keluar dari bibir Byeok Hyeonja yang gemetar.

Gerbang besar Shang Qing Gong, simbol kebesaran Qingcheng, kini terbakar hebat. Bukan lagi gerbang yang mengarah pada kemurnian, melainkan seakan menjadi pintu gerbang menuju neraka.

Dan dari balik kobaran api itu, seseorang perlahan muncul.

Seseorang yang mengenakan jubah merah, sepekat darah yang membasahi tanah Qingcheng.

Jubah yang berkibar hebat, seiring dengan amukan api yang melahap Qingcheng.

Seseorang yang dihiasi dengan perhiasan mencolok yang tampak begitu tidak pada tempatnya di tengah lautan kematian ini.

Clink.

Senyuman melintir menghiasi bibirnya.

Seorang pria yang tampak seperti badut dengan pakaian berlebihan itu melangkah melewati gerbang yang terbakar. Bahkan dalam kondisi hampir kehilangan kesadaran, Byeok Hyeonja tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok tersebut.

“Jang…”

Tiba-tiba, segala hal yang terjadi terasa seperti bagian dari sebuah pertunjukan.

Setiap pemandangan, orang-orang yang ada di dalamnya, bahkan dirinya sendiri yang berlutut tak berdaya, tampak seperti bagian dari drama surealis. Begitu tragis, sekaligus menggelikan.

“Jang… Ilso…”

Mungkin memang hanya sebuah pertunjukan.

Ke mana pun Jang Ilso melangkah, kehancuran mengikutinya. Kenyataan yang selama ini dikenal manusia hancur berantakan, dan hanya adegan seperti sandiwara yang tersisa.

“Jang Ilsoooooooo!”

Raungan penuh kebencian meledak dari bibir Byeok Hyeonja.

Raungan itu dipenuhi kesedihan atas mereka yang sekarat, keputusasaan atas kenyataan yang tak tertahankan, dan kebencian yang membara terhadap dalang di balik semua ini.

Namun, di hadapan jeritan yang menggelegar itu, Jang Ilso hanya tersenyum sedikit lebih lebar.

“Sekarang, Jang Il…”

Tangan Byeok Hyeonja bergetar hebat.

Bencana yang tak terhindarkan kini berdiri tepat di hadapannya.

Di belakangnya, api terus melalap segala yang ada. Dan di hadapannya, pria berjubah merah berdiri, dihiasi perhiasan mencolok, serta senyum merah yang menakutkan.

Byeok Hyeonja menatap langsung ke mata malapetaka itu—mata Jang Ilso.

Namun, mata Jang Ilso begitu tenang dan damai. Tak ada kegilaan ataupun kegembiraan seperti yang biasanya terlihat pada orang-orang Sapa yang menikmati pembantaian. Sebaliknya, tatapan itu suram.

Bagaimana mungkin seseorang memahami ketenangan dalam mata pria yang telah menciptakan pembantaian ini?

“Ah… Ahhh…”

Amarah, kesedihan, ketakutan, dan rasa sakit bercampur menjadi isakan pilu yang terus mengalir dari bibirnya.

Jang Ilso menatap Byeok Hyeonja yang jatuh tersungkur dengan tubuh penuh luka.

Seharusnya, ia melontarkan ejekan atau cemoohan. Itu adalah hal yang paling masuk akal di antara mereka berdua.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Jang Ilso… tersenyum cerah.

Tak ada kejahatan dalam senyum itu. Tidak, mungkin malah bisa dikatakan bahwa senyum itu sama sekali tidak memiliki niat jahat.

Dengan senyum yang begitu damai, tanpa sedikit pun nada ejekan, Jang Ilso berbicara dengan lembut.

“Kalau dipikir-pikir… kita ini kenalan, kan, Pemimpin Sekte Byeok? Sudah lama kita tak bertemu. Bagaimana kabarmu selama ini?”

Mendengar sapaan lembut itu, ujung jari Byeok Hyeonja mencengkeram tanah.

Tak ada hinaan di dunia ini yang bisa lebih menyakitkan dari kata-kata itu.

Tidak, bahkan jika belati beracun menusuk paru-parunya, luka itu tak akan sebanding dengan rasa sakit yang kini merobek jiwanya.

“Kenapa…”

Dengan bibir bawah yang berdarah akibat terlalu erat tergigit, Byeok Hyeonja akhirnya berbicara.

“Kenapa… Kenapa kau ada di sini? Kenapa?”

“Hmm?”

“Kenapa! Seharusnya kau ada di Yangtze! Kenapa di sini! Kenapa Qingcheng! Kenapa! Bagaimana! Kenapa kami! Kenapa! Kenapaaaaa!”

Raungan putus asa itu menggema di seluruh Qingcheng.

Jang Ilso menatap Byeok Hyeonja yang mengamuk dengan tatapan penuh minat.

Setelah beberapa saat, ia menggumam pelan.

“Kenapa, ya?”

Kemudian, ia tertawa kecil.

“Hmm… Sebenarnya, tidak ada alasan khusus. Aku hanya merasa ingin melakukannya. Apa jawaban itu cukup bagimu?”

“Grrrr…”

Air mata darah mengalir dari mata Byeok Hyeonja.

Bisakah ada hinaan yang lebih sopan dan penuh kasih dari ini?

Iblis itu bahkan tak menunjukkan belas kasihan pada seseorang yang sekarat.

Ia hanya menertawakan segalanya—hingga akhir.

“Sekarang, Jang Ilso… Jang Ilsooooo!”

“Oh? Sepertinya kau sangat marah. Tapi sungguh, tidak ada alasan sama sekali.”

Jang Ilso mendekati Byeok Hyeonja sedikit lebih dekat.

“Tapi kalau aku harus memberi alasan, mungkin ada satu.”

“…Apa itu?”

Suara Jang Ilso menusuk telinga Byeok Hyeonja.

“Karena kau lemah.”

“….”

“Karena kau yang paling lemah. Karena aku bisa menginjakmu tanpa mengambil risiko apa pun. Seperti leher lembut seekor domba, aku bisa dengan mudah memutuskan napasmu hanya dengan satu gigitan.”

“Kau… kau…”

“Apakah ada alasan lain yang dibutuhkan?”

Air mata darah mengalir dari mata Byeok Hyeonja. Api yang berkedip-kedip melemparkan bayangan mengerikan di wajahnya, membuatnya tampak seperti iblis.

Ajaran Tao yang telah ia pegang teguh sepanjang hidupnya kini terasa sepenuhnya sia-sia.

Yang tersisa hanyalah kebencian dan kemarahan yang meluap.

“Aaaaaargh!”

Byeok Hyeonja mengayunkan pedangnya sekuat tenaga, mengarah ke leher putih iblis itu.

Thunk!

Namun sebelum itu terjadi, tangan Jang Ilso telah menembus dadanya.

Dengan mata terbelalak, ia perlahan menunduk melihat dadanya. Darah mengalir deras dari pergelangan tangan putih yang tertanam dalam tubuhnya.

Jang Ilso berbicara.

“Itu harus dilakukan.”

“….”

“Sekarang, tidak ada tempat yang aman di Sungai Yangtze.”

Tubuh Byeok Hyeonja bergetar seperti alang-alang tertiup angin.

“Tentu saja, aku menyukainya. Para pengecut sepertimu. Sementara yang lain menumpahkan darah di medan perang, kau menikmati darah itu dari kejauhan. Dan kemudian, kau muncul belakangan, berpura-pura bersimpati dengan darah yang ditumpahkan orang lain, mengambil hasil yang diperoleh dari pengorbanan mereka. Bukankah itu manusia sejati?”

Crack!

Bukan hanya tubuhnya, tetapi pikirannya juga hancur sepenuhnya saat itu.

“Itu menjijikkan.”

“….”

“Mempercayai bahwa kau bisa selamat sambil menyaksikan dunia terbakar sungguh membuatku muak. Melihat kepuasan diri seperti itu di ambang kehancuran membuatku ingin membakar mereka sendiri.”

Jang Ilso tersenyum cerah.

“Itulah satu-satunya alasan. Bagaimana? Bukankah itu cukup bagimu?”

Byeok Hyeonja mencengkeram tangan Jang Ilso yang masih tertanam di dadanya dengan kedua tangannya.

“H… hantuu…”

“Hm?”

“H… hantu… Sekalipun aku menjadi… hantu pendendam… aku akan… mengutuk… hanya… kau… Dendam… Qingcheng…”

Di tengah kata-kata lemahnya, yang mengalir bersama darahnya, sudut bibir Jang Ilso berkedut.

“Ha… Hahaha! Hahahahahahaha!”

Tak lama kemudian, ia tertawa terbahak-bahak.

“Kenapa omong kosong orang yang tidak bisa berbuat apa-apa selalu terdengar sama! Begitu kau mati, semuanya sudah berakhir, bukan?”

Thud!

Tangan Jang Ilso yang lain mencengkeram rambut Byeok Hyeonja.

“Jika kau punya kekuatan untuk mengutuk sebagai hantu, seharusnya kau mencabikku saat masih hidup! Jika kau menginginkan sesuatu, seharusnya kau berjuang untuk itu, bukan hanya menunggu! Jika kau benar-benar menginginkannya, kau seharusnya merebutnya!”

Menatap mata Byeok Hyeonja yang semakin meredup, Jang Ilso menyeringai bengis.

“Tapi sekarang, kau tak punya kesempatan lagi.”

Thud!

Jang Ilso menarik tangannya dengan paksa dari dada Byeok Hyeonja. Bersama dengan tangannya, darah berceceran, melukiskan dunia seperti sapuan kuas kasar.

Tubuh Byeok Hyeonja perlahan ambruk.

Thud.

Bahkan saat napasnya terhenti, ia tak bisa memejamkan matanya.

Qingcheng, salah satu Sekte Besar dan sekte bergengsi di Sichuan. Namun, kematian yang menimpa pemimpinnya jauh dari kata bermartabat—itu benar-benar menyedihkan.

Kreek!

Jang Ilso, setelah menghancurkan kepala Byeok Hyeonja di bawah kakinya, dengan santai mengibaskan darah dari tangannya.

“Hm.”

Ia perlahan mengedarkan pandangannya.

Semuanya terbakar.

Gunung-gunung, paviliun-paviliun, dan manusia-manusia.

Gunung hijau yang dulunya subur saat ia mendakinya kini telah hilang. Paviliun yang dulu megah telah runtuh, dan gunung yang berubah menjadi abu tak akan pernah kembali seperti semula.

Senyum puas tergambar di wajah Jang Ilso. Di langit malam, bulan sabit tergantung, mencerminkan senyum menyeramkannya.

“Ini cukup spektakuler, bukan? Hm?”

Ujung jubah merahnya berkibar liar, menyerupai kobaran api yang melahap segalanya.

“Hahahaha! Hahahahaha! Ahahahahaha!”

Api yang akan melahap dunia berkobar.

Itu adalah api merah darah bernama Jang Ilso.

Next Chapter

  

Kalau ada yang mau donasi, bisa ke trakteer ya! Disana juga update chapternya udah lumayan jauh, menuju 1500+

Trakteer

Comments