Chapter 1401 - ROTMHS INDO

 

Chapter 1401. Kamu benar-benar luar biasa. (1)  ❀ ❀ ❀

“Musuh di depan! Musuh, Komandan!”

“Itu Gunung Hua!”

“Gunung Hua melancarkan serangan, Komandan!”

Teriakan panik—tidak, putus asa—terdengar di mana-mana.

Namun, suara-suara itu tidak sampai ke telinga Ho Gamyeong. Seperti batu, dia berdiri diam di tempatnya, mata terbelalak, menatap para penyerang yang mendekat.

‘Kenapa?’

Menghadapi situasi yang melampaui batas imajinasinya, Ho Gamyeong tidak bisa berpikir, tidak bisa merespons dengan cara apa pun.

‘Kenapa?’

Kenapa Aliansi Teman Surgawi dan Gunung Hua ada di sini?

Tidak mungkin mereka tahu. Bahkan jika mereka berhasil menyeberangi Sungai Yangtze, menemukan jejak mereka di tanah Gangnam yang luas ini adalah sesuatu yang mustahil. Tapi bagaimana ini bisa terjadi?

“Kenapa…?”

Suara yang tertahan akhirnya meledak seperti bendungan yang jebol. Apa yang dimulai sebagai gumaman berubah menjadi jeritan.

“Kenapaaaa?!”

Hutan bergetar.

Langkah kaki mengguncang tanah, dan dengan resonansi itu, lebih dari seratus murid Gunung Hua bersatu dan menyerbu ke depan. Mata mereka yang dipenuhi amarah tertuju pada Myriad Man House yang mengancam para murid Gunung Hua dengan pedang mereka.

Tak ada yang memberi perintah. Tak ada persiapan sebelumnya.

Meski begitu, tekad mereka untuk berlari ke arah yang sama secara alami membentuk formasi mereka menjadi satu kesatuan. Dengan formasi yang menyerupai tombak yang menusuk ke jantung musuh, atau lebih tepatnya, seperti pedang panjang yang terhunus lurus, para murid Gunung Hua menerobos kepungan lawan dengan momentum yang eksplosif.

“Mereka datang!”

“Hentikan mereka… Tidak! Hindari! Hindari!”

Teriakan panik meledak dari berbagai arah. Namun, mereka segera berhadapan dengan pendekar satu tangan yang menerjang seperti Asura, menghembuskan niat membunuh seperti iblis.

“Oooh!”

Pedang merah bermotif bunga plum, dipenuhi kemarahan yang membara, menebas leher musuh.

Thud!

Dengan ekspresi ketakutan yang membeku di wajah mereka, kepala para prajurit Myriad Man House terbang ke udara, terpenggal.

Un Geom, yang dengan cepat menghabisi satu nyawa, menerjang barisan musuh dengan kecepatan yang lebih ganas.

“Serang!”

Thunk!

Hyun Sang menghentakkan kakinya dengan keras dan mengayunkan pedangnya. Energi merahnya menyebar seperti bunga plum yang bermekaran ke segala arah.

“Mundur… Aaargh!”

Para prajurit Myriad Man House tertembus energi pedang tanpa daya.

Di garis depan, berdiri dua pedang yang kuat.

Dan di belakang mereka, para murid Gunung Hua yang pedangnya bahkan lebih ganas.

Paaaaaat!

Bilah merah meledak seperti kembang api, menciptakan pemandangan bunga plum yang bermekaran di sepanjang jalan yang mereka lewati. Begitu indah dan fantastis.

Namun, di balik keindahan itu, tersembunyi bilah kematian.

Ssssssk!

Setiap kali energi pedang yang tampak ringan dan melayang seperti kelopak bunga beterbangan, tubuh musuh dipenuhi luka mengerikan.

“Aaargh!”

Mata para murid Gunung Hua memancarkan aura biru yang dalam.

Karena mereka melihat sosok para Sahyung mereka yang sekarat dengan luka yang tak terhitung jumlahnya di tubuh mereka.

Crash!

Tak ada yang mengutuk musuh. Tak ada yang menyemangati sesama mereka. Sebagai gantinya, mereka menuangkan seluruh kemarahan dan kebencian mereka ke dalam pedang mereka.

Bahkan berteriak pun adalah kemewahan. Satu-satunya yang harus mereka lakukan sekarang adalah menyelamatkan saudara mereka yang berlumuran darah.

Paaaaaat!

Pedang merah yang tak kenal ampun mengamuk tanpa belas kasihan. Para murid Gunung Hua, kini bersatu dalam satu bilah merah, terus menekan maju tanpa henti.

“Blokir mereka! Buka jalan!”

Thunk!

Seseorang yang hendak berteriak panik jatuh ke belakang. Tanpa sadar, dia menjadi korban belati beracun yang menembus mulutnya.

“Racun! Ini racun!”

“Bajingan Tang! Ahh! Jatuh!”

Paaaaaat!

Meskipun mencoba merombak formasi, serangan mematikan dari atas dan ledakan racun membuat mereka tak berdaya. Barisan Myriad Man House mulai runtuh.

“Lindungi! Jangan biarkan Gunung Hua mengambil alih segalanya!”

Atas teriakan Tang Zhan, orang-orang Tang berteriak sekuat tenaga.

Di garis depan, murid-murid Gunung Hua bersatu menjadi satu pedang tajam, sementara di atas, Keluarga Tang yang mengendalikan racun melepaskan senjata tersembunyi mereka.

Ini adalah kombinasi mematikan. Bahkan jika Myriad Man House yang menghadapi mereka adalah pasukan yang sepenuhnya siap, bukan yang kelelahan setelah pengejaran panjang dari Hainan hingga sini, mereka tetap akan kesulitan.

“Kenapa, kenapa para bajingan Gunung Hua ada di sini?”

“Jangan, jangan dorong, sialan!”

Saat mereka yang mundur dan yang mencoba bertahan mati-matian mulai bertumpuk, formasi pun hancur.

Di sekitar bunga plum merah yang bermekaran, kilatan cahaya hijau mulai bermunculan.

Lalu, salah satu anggota Myriad Man House berteriak.

“Sial! Jangan panik, jumlah mereka cuma sedikit…!”

Kwaaaaaang!

Namun, tubuhnya segera tersapu oleh bilah putih raksasa yang datang entah dari mana. Dan di baliknya, terlihat prajurit-prajurit berbalut jubah biru langit.

“Lindungi Tuan Muda, selamatkan Aliansi Teman Surgawi!”

“Dimengerti!”

Di atas hutan bunga plum, langit biru membentang. Keluarga Namgung, yang namanya berasal dari langit, memimpin serangan dengan kekuatan penuh.

“Tuan Istana! Kami telah tiba!”

Menyusul mereka, pendekar berjubah putih es dan prajurit Istana Binatang Buas, dipimpin oleh Maeng So, juga menerjang ke medan pertempuran.

“Sapu bersih para bajingan Myriad Man House!”

“Ya!”

Dengan raungan Maeng So yang menggema hingga seakan mencapai langit, para prajurit Istana Binatang Buas menerjang dengan keganasan predator yang tengah berburu.

Mereka yang menyebut satu sama lain sebagai sahabat, mereka yang menyebut diri mereka pendekar, berkumpul di sini. Mereka ada di sini untuk melindungi mereka yang harus dilindungi.

Dan kemudian…

“Selamatkan pendekar pedang Gunung Hua! Sekaranglah waktunya untuk membalas budi!”

“Ya!”

Dengan teriakan Geum Yangbaek dari Hainan (pulau selatan), para murid Hainan yang dipimpin oleh Gwak Hwanso juga berlari dengan segenap tenaga mereka.

Meskipun tubuh mereka sudah kelelahan, sebagai orang-orang yang membicarakan kebenaran dengan kata-kata dan menegakkannya dengan pedang, mereka memiliki kewajiban untuk dipenuhi, bahkan jika itu berarti mengorbankan napas terakhir mereka.

Bersatu dalam tujuan, mereka menerjang maju seperti kilat ke arah musuh.

“Sial! Kenapa mereka ada di sini…!”

“Blokir mereka! Blo…!”

Tanpa ragu, pedang mereka melesat menuju musuh yang mengayunkan bilah mereka seperti orang gila.

Crack!

Sebuah kepala terpenggal dan melayang di udara. Hyun Jong, yang tanpa ragu menebas leher musuh, menggenggam erat pedang bunga plum-nya.

Anak-anaknya ada di sana.

Bersimbah darah dari kepala hingga kaki.

Siapa yang berani membuat anak-anak ini menumpahkan darah?

Roaarr!

Eksekusi yang garang dan tak kenal ampun dari Seni Ilahi Kabut Ungu (Purple Mist Divine Arts).

Kekuatan luar biasa dari pedang yang jatuh menghantam tanah, menciptakan ledakan dahsyat yang membuat mustahil untuk berdiri tegak di sekitarnya. 

Crack!

Di saat yang sama, sebilah pedang meluncur dari samping, menggores pipi Hyun Jong. Kulitnya terbelah, darah memercik, tetapi Hyun Jong tak merasakan sakit.

Apa yang benar-benar menyiksanya bukanlah luka-luka yang tertoreh di tubuhnya yang telah menua—melainkan setiap tarikan napas terakhir dari anak-anak itu, setiap tetes darah yang tumpah di sini, menusuk hatinya seperti belati berkarat.

“Ugh!”

Raungan!

Setelah menebas musuh dalam satu serangan, Hyun Jong menghentakkan kakinya ke tanah.

“Lindungi Pemimpin Sekte Besar!”

Para pendekar Gunung Hua segera bergerak mengitari Hyun Jong, tanpa perlu kata-kata. Mereka memiliki visi yang sama, tujuan yang sama.

“Hentikan mereka..”

Duk! Duk! Duk! Duk!

Tanpa ragu, kilatan hijau menembus dahi orang-orang yang menerjang Hyun Jong.

Di antara mayat-mayat dingin yang berjatuhan, Hyun Jong terus maju. Aura merah menyelimuti pedangnya.

“Hyun Sang!”

“Ya!”

Pemimpin Aula Bela Diri, Hyun Sang berubah menjadi pedang Hyun Jong, menebas mundur musuh-musuhnya.

“Un Geom!”

“Ya!”

Pemimpin Aula Plum Putih, Un Geom menjadi perisai, menghalau serangan musuh dalam satu gerakan. Hyun Jong berjalan mengikuti jalan yang dibuka oleh pedang Gunung Hua, yang menembus lawan, dan perisai Gunung Hua, yang menghalangi musuh.

Mereka semua bergerak dengan satu tujuan.

Roar!

Dan kini, di jalan yang ia buka dengan pedangnya sendiri, Hyun Jong melangkah.

Selangkah demi selangkah.

Hingga akhirnya, ia berhenti.

Setelah menebas semua yang menghalanginya, Hyun Jong berdiri diam di hadapan mereka yang ada di depannya.

Pandangan sekitarnya mulai kabur. Bahkan sedikit membuka mulut terasa seperti akan mengundang tangisan… Tidak, terasa seperti akan meledak menjadi ratapan.

“Ah…”

Sebuah suara lirih terdengar, seakan sulit mempercayai kenyataan ini.

Selangkah demi selangkah.

Hyun Jong meraih bahu orang terdekatnya dengan genggaman yang mantap.

“Pemimpin…”

Jo Geol menatapnya, seakan terpesona.

“Pemimpin Sekte…”

Begitu pula Yoon Jong, Tang Soso, dan Yoo Iseol.

Menyentuh bahu para muridnya yang masih mencengkeram pedang mereka dengan erat, akhirnya Hyun Jong berdiri di hadapan seseorang yang berlutut di belakang.

Untuk sesaat, ia hanya menatap Baek Cheon, yang masih memegang erat Chung Myung, melindunginya bahkan dalam keadaan seperti ini.

Untuk mengatakan hatinya sakit, itu terlalu ringan.

Saat tangan Hyun Jong yang bergetar terulur, Baek Cheon tersentak, membuat tangannya membeku di udara.

“Aku… meminta maaf… kepada Pemimpin Sekte Besar…”

Di tengah keadaannya yang lemah, Baek Cheon berusaha mengendalikan dirinya, memberikan penghormatan kepada Hyun Jong.

“Sebagai… Wakil Pemimpin Sekte Gunung Hua, Baek Cheon, aku… belum sepenuhnya… memenuhi tugasku…”

“….”

“Namun… aku telah menjalankannya… sesuai… dengan kehendak Gunung Hua…”

Tangan Hyun Jong, yang sempat terhenti, kini bergerak perlahan lagi, lalu dengan lembut bertumpu di bahu Baek Cheon. Kali ini, tangannya tak lagi gemetar.

“Cukup.”

“….”

“Kau benar-benar luar biasa.”

Bahunya mulai bergetar sedikit. Hyun Jong menerima getaran itu dan mengangguk perlahan.

Senyum lembut muncul di bibirnya yang penuh kerutan. Sebuah senyum yang memberikan ketenangan bagi siapa pun yang melihatnya—terpancar dengan air mata dan kasih sayang yang tak terbatas.

“Untuk sisanya… serahkan pada kami. Sekarang kami sudah di sini.”

Para murid Gunung Hua, yang berlari sambil menghancurkan musuh, kini mengitari dan melindungi saudara-saudara mereka yang terluka. Melihat tekad mereka, akhirnya Baek Cheon melepaskan emosi yang selama ini ia tahan.

Matanya memerah, air mata bercampur darah kering mengalir di wajahnya.

“Aku… menerima perintahmu, Pemimpin Sekte Besar.” [note: maksud pemimpin sekte besar itu, Hyun Jong yang udah pensiun ya. Kan pemimpin sektenya skrg Un Am]

Karena Chung Myung tak pernah sendirian, mereka pun tak pernah sendirian.

Mereka semua ada di sini. Ini adalah tempat mereka.

Tempat yang harus mereka lindungi, telah menemukan mereka di sini.

Next Chapter

  

Kalau ada yang mau donasi, bisa ke trakteer ya! Disana juga update chapternya udah lumayan jauh, menuju 1500+

Trakteer

Comments